Pilih Bahasa

Powered By Blogger

Jumat, 18 Juni 2010

Gerilya Salib di Serambi Mekkah : Rekaman Alur Pemurtadan di Aceh



Banda Aceh - Sedikitnya 12 lembaga swadaya masyarakat (LSM) nasional yang berada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) diduga melakukan misi pemurtadan dan upaya pendangkalan aqidah terhadap puluhan anak bawah umur di daerah berjuluk Serambi Mekah itu.

"Dari hasil investigasi tim kami sekitar tiga bulan yang lalu, sampai hari ini ada puluhan anak Aceh di bawah umur direkrut dan dibiayai suatu yayasan yang diduga melakukan pendangkalan aqidah," kata ketua tim investigasi dan koordinator Forum masyarakat anti trafiking (Format) NAD, Tarmizi M Daud kepada Antara di Banda Aceh, Jumat.

Dia mengatakan, LSM nasional tersebut berasal dari Jakarta, Surabaya dan Medan. Misi pertama LSM-LSM tersebut di Aceh adalah kemanusiaan, termasuk membantu evakuasi korban beberapa hari setelah musibah tsunami 26 Desember 2004.

Dijelaskan, sebuah yayasan berinisial YPK asal Jakarta yang kantornya berada di Kelurahan Beurawe, Kota Banda Aceh, diduga melakukan praktek pemurtadan terhadap puluhan anak bawah umur, yang sebagian besar mereka adalah remaja putri.

"Misi yayasan tersebut disinyalir pedangkalan aqidah. Pihak yayasan itu hanya berkedok memberi pendidikan dan keterampilan komputer serta Bahasa Inggris. Namun pesan-pesan dalam pelatihan itu memuat isi tentang Yesus ," katanya.

"Kami bahkan telah bertemu dengan seorang anak dan memiliki bukti sejumlah foto pembagian salib kepada anak-anak tersebut," tambah dia. Ia menjelaskan yayasan yang dinilai sangat tertutup itu merekrut puluhan anak setiap semester untuk diberi keterampilan dan akan dikirim ke luar negeri.

Menurut dia, seharusnya pemerintah mengambil tindakan agar generasi muda Aceh terselamatkan aqidahnya."Namun dalam hal ini pemerintah mungkin sulit bertindak karena menyangkut persoalan politis yaitu adanya ketakutan LSM yang telah memberikan bantuan untuk merehab rekon pasca tsunami keluar dari Aceh," tambahnya.

"Saya rasa karena permasalahn politis itu pemerintah agak sulit bertindak . Jadi selama ini kami melakukan pendekatan melalui keuchik (kepala desa) tapi akan lebih baik bila pemerintah yang bertindak karena dampaknya akan lebih luas," demikian Tarmizi. antara/mim/RioL

http://www.republika.co.id/online_detail.asp?id=266550&kat_id=23

Gerilya Salib di Serambi Mekkah : Rekaman Alur Pemurtadan di Aceh


Resensi : Tak perlu lagi diperdebatkan, betapai besar kontribusi Aceh bagi eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tak terhitung jumlah materi yang disalurkan warga Aceh untuk membantu seluruh warga NKRI di masa lalu. Juga banyak sekali tokoh pejuang dari Aceh yang begitu gigih menentang pasukan penjajah.

Sejarah juga mencatat betapa besar peran Aceh bagi penyebaran Islam di Indonesia. Raja-raja yang pernah memimpin Aceh senantiasa menggiatkan dakwah Islam ke seluruh penjuru Nusantara. Mereka selalu mengirimkan para uru dakwahnya ke semua daerah untuk menegakkan Islam di Indonesia. Hasilnya, Islam pun tersebar secara luas.

Sudah sangat panjang perjalanan Islam di Aceh. Buku ini me-review perjalanan Aceh dan perannya dalam mengembangkan Islam. Secara umum, buku ini dibadi menjadi dunia tema besar.

Bagian pertama bicara soal upaya umat Islam di Aceh menghadapi upaya pemurtadan yang terjadi sebelum musibah tsunami besar datang pada tahun 2004. Bagian kedua, berkisah soal upaya pemurtadan yang dilakukan dengan memanfaatkan musibah tsunami.

Sejarah mencatat, sejak tahun 674 masehi, sudah berdiri kampung Islam di pesisir barat Aceh. Mereka yang tinggal di kampung ini adalah para pendatang dari jazirah Arab. Artinya, jauh sebelum penjajahan terjadi di Indonesia, Islam sudah menancapkan tonggaknya di Aceh. Karena begitu besar perannya dalam penyebaran Islam, Aceh pun kemudian dijuluki Serambi Makkah.

Warna Islam yang begitu kuat pun membuat Aceh menjadi salah satu wilayah yang dituju penjajah Portugis. Selain untuk menggapai kekuasaan dan kekayaan, penjajah memang memiliki tujuan untuk menyebarkan Injil. Karena itu, para penjajah yang pernah menduduki Indonesia pun tidak senang melihat Islam berkembang di Aceh.

Pada abad 15 dan 16, Portugis pun memasuki wilayah Aceh. Mereka menjarah kekayaan alam, serta terus-menerus memburu para tokoh perjuangan melawan penjajah, serta ulama. Pada awal abad 16, kegigihan para pejuang berhasil mengusir Portugis dari Aceh.

Setelah Portugis diusir, datanglah penjajah Belanda. Misi menjari wilayah jajahan dan sumber kekayaan pun ditunggangi dengan misi menyebarkan Injil. Begitu keras perlawanan yang diberikan para pejuang Aceh ini. Akibatnya, pihak penjajah pun berkeyakinan bahwa pertempuran fisik tidak akan bisa digunakan untuk menundukkan Aceh. Disusunlah strategi adu domba dengan Snouck Hurgronje sebagai tokohnya.

Tapi semua itu tidak berhasil membuat Aceh lantas meluruhkan warna Islamnya. Penjajahan ratusan tahun yang juga membawa misi pemurtadan tak membuat Aceh berubah. Islam tetap menjadi pegangan. Nilai-nilai Islam tetap menjadi warna dominan bagi dinamika masyarakat Aceh. Misi Jepang yang datang kemudian dengan membawa Dewa Matahari pun tak mampu membuat aceh berubah warna.

Lepas dari penjajahan, muncul 'penjajah' baru yang bernama tsunami. Peristiwa ini telah menghancurkan Aceh. Misi bantuan pun datang dari berbagai penjuru. Hal ini pun membuat sebagian pihak menggunakan bantuan sebagai kemasan untuk menebarkan misi agama. Mereka ingin memurtadkan warga Aceh.

Pengakuan Vernon Brewer, aktivis gerakan misionaris Worldhelp menjadi buktinya. Saat diwawancarai Washington Post Brewer mengakui bahwa pihaknya menangkut 300 anak Aceh ke Jakarta. Mereka akan disekolahkan di sejumlah sekolah Kristen. Selain itu, banyak pula sumbangan yang didalamnya ditemukan simbol salib dan tulisan-tulisan bernada pemurtadan. Itu semua adalah rangkaian dari gerakan pemurtadhan yang dijalankan dengan kedok bantuan.

Buku ini menjadi semacam dokumentasi atas berbagai aktivitas pemurtadan itu. Beberapa foto di bagian akhir buku ini, menjadi bukti pelengkap yang menguatkan dugaan adanya pemurtadan tersebut. Bagi para penentu kebijakan, buku ini menjadi semacam warning akan posisi masyarakat Aceh yang terus-menerus dicoba untuk digoyahkan keimanannya. irf (Riol)

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More