Pilih Bahasa

Powered By Blogger

Jumat, 18 Juni 2010

Warga Asing Ajari Anak Aceh Cara Doa Aneh

BANDA ACEH--Dua wartawan asing, fotografer dan reporter sebuah tabloid, meminta seorang anak Aceh untuk memperagakan cara berdoa yang tidak biasa dilakukan umat Islam. Yaitu, dengan membelakangi Masjid Raya Baiturrahman, Kota Banda Aceh. Kedua orang tersebut adalah Antonio dan Miguel. Masing-masing sebagai reporter dan fotograper dari majalah olahraga Record, Portugal. Ulah mereka pertama kepergok pada pekan kemarin, dengan meminta anak Aceh berdoa menggunakan cara aneh.

Martunis (11), adalah salah satu anak Aceh yang mereka ajari berdoa. Ia adalah korban selamat dari gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan sebagian wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan menelan korban 200 ribu jiwa tewas atau hilang. Oleh Antonio dan Miguel, Martunis diajak duduk bersimpuh membelakangi Masjid Raya dan merapatkan kedua tangannya sambil menatap ke depan. Sementara Miguel mengambil beberapa gambar Martunis, yang memakai kaos bergambarkan bendera Portugal.

Martunis terlihat bersimpuh dan merapatkan kedua telapak tangannya di depan dadanya. Cara ia berdoa layaknya orang menyembah. Cara berdoa seperti itu dilakukannya beberapa kali. Model berdoa lainnya yang ia jalankan atas instruksi dua wartawan Portugal itu, misalnya, bersedekap.

Sejumlah muslimin yang keluar dari Masjid Raya segera bereaksi begitu melihat kejadian tersebut. Beberapa orang dari dewan masjid di Jakarta, juga terlihat menegur kedua orang asing asal itu agar tidak melanjutkan perbuatan mereka. ''Jangan menyuruh anak tersebut memperagakan cara berdoa di luar ajaran Islam.'' Antonio dan Miguel, yang didampingi seorang penerjemah, dengan cepat mengubah cara berdoa tadi. Tetapi, tetap dalam posisi membelakangi masjid raya atau menghadap menara masjid. Martunis kemudian mengubahnya seperti doa seorang Muslim tetapi membelakangi masjid ke arah matahari terbit.

Ketua Harian Pelaksana Masjid Raya Baiturrahman, H Sanusi, mengatakan bahwa ada upaya-upaya untuk memurtadkan anak-anak Aceh oleh orang-orang asing. Pengkafiran itu, misalnya, terjadi di kawasan Bandar Udara Iskandar Muda, dan Pulau Nasi dekat Pulau Weh. "Saya mendapatkan informasi tentang upaya pemurtadan di kawasan bandar udara Blang Bintang (Iskandar Muda) dan Pulau Nasi," katanya.

Teungku (ulama) Prof Dr Muslim Ibrahim, ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU/MUI) NAD, menegaskan tidak boleh terjadi pemurtadan anak-anak Aceh. Sementara itu di Desa Durung, Aceh Besar, anak-anak pengungsi menggambar rumah-rumah dengan simbol-simbol agama lain di samping atau di depannya. Mujirun, salah seorang relawan memperlihatkan gambar-gambar tersebut yang diambil dari kamp pengungsi di Desa Durung yang terletak di bawah perbukitan.

Di beberapa tempat seperti di Mibo, sejumlah anak pengungsi juga sudah pintar menyanyikan lagu-lagu keagamaan di luar Islam. ''Penduduk di sana meminta kepada relawan muslim agar membimbing anak-anak Aceh untuk belajar agama Islam dengan sungguh-sungguh,'' kata Ilyas, salah seorang warga. Orang-orang asing non-muslim dinilai telah mendompleng misi kemanusiaan dari LSM tertentu untuk menjalankan misi keagamaan. "Semua orang Aceh asli beragama Islam. Jangan sampai ada pihak-pihak asing memurtadkan anak-anak Aceh," kata Muslim Ibrahim. ( ant/zam/RioL )

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More