Pilih Bahasa

Powered By Blogger

Jumat, 18 Juni 2010

Teologi Musang Berbulu Ayam

Teologi Musang Berbulu Ayam - tetap berlangsung dan akan terus berlangsung, Busana Muslim, Kaligrafi kristiani, buku Bibel berwajah Islam dan pendidikan Kristen berkedok Sufi itu hanyalah sekelumit sampel untuk membuktikan bahwa Gerakan Kristenisasi berkedok Islam itu benar-benar realita dan bukan isu. Berbagai cara dan tipu daya ditempuh oleh musuh-musuh Islam agar umat Islam tak memiliki komitmen yang tinggi terhadap agama, kitab suci dan Tuhannya.

Cara kasar melalui penjajahan yang memboncengi misi 3M: Military (militer), Merchanary (perdagangan) and Missionary (Penginjilan), sudah tidak asing lagi di telinga kita. Karena bangsa kita adalah saksi sejarah objek misi 3M yang dilakukan oleh penjajah Belanda dan negara Eropa lainnya.

Jalur liberalisasi agama yang membiayai para tokoh untuk dicuci otaknya (brain wash) untuk menyebarkan faham liberal pun bukan rahasia umum lagi di tanah air. Mereka diper­alat untuk me­murtad­­kan umat Islam murtad perlahan-lahan, sehingga merasa Islam tapi idealismenya non Islam; menentang syariat Islam; menafsir­kan kitab suci menurut metodologi kafir sehingga bisa meng­halal­kan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah.

Sekarang, ada jalur lain yang sedang gencar dilakukan untuk menyusupkan kitab Kristiani ke dalam otak kaum Muslimin. Jika kita tidak waspada, maka tanpa sadar, kitab Kristiani akan masuk ke dalam rumah kita dan meracuni keluarga kita.

Kaligrafi Kristiani Dijual Bebas


Bisa dipastikan, hampir tak seorang pun umat Islam yang tidak menyukai kaligrafi Islam yang memuat ayat-ayat tertentu dari Al-Qur‘an. Misalnya, kaligrafi khat Arab bacaan Allah, Allahu Akbar, Muhammad, Basmalah, ayat Kursi, surat Al-Fatihah, dll. Ini adalah hal yang baik dan perlu dilestarikan. Sebab memajang ayat-ayat dengan tulisan indah di rumah adalah salah satu ekspresi kecintaan kepada Al-Qur‘an.

Tetapi, untuk kaligrafi model satu ini –dan kaligrafi lainnya yang sejenis– kaum Muslimin jangan tertipu oleh musang berbulu ayam. Sebab kaligrafi ini pun indah dan dijual bebas di berbagai toko buku. Kaligrafi melingkar ukuran setengah meter persegi ini bagian tengahnya bertuliskan “abana” yang berarti “bapa kami”. Dalam teologi Kristen, kata ini berarti Allah (Allah Bapak). Bila dibaca dengan teliti, maka bacaan yang lengkap adalah “abana alladzi fis-samawati....dst”.

Tanyakanlah kepada ustadz yang hafal Al-Qur‘an, ayat tersebut ada di surat apa dan ayat berapa? Pasti ustadz tersebut akan geleng-geleng kepala seraya menjawab bahwa itu bukan ayat Al-Qur‘an. Jawaban ini tepat sekali, karena kaligrafi ini bukan Al-Qur‘an, tapi ayat Bibel, tepatnya Injil Matius pasal 6 ayat 9-13 yang terjemah Indonesianya demikian:

“Karena itu berdoalah demikian: Bapak kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan jangan­lah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.”

Entah sudah berapa banyak kaum Muslimin yang menghiasi rumah­nya dengan ayat Bibel berupa kaligrafi kristiani tersebut, mengingat kaligrafi itu dijual di seluruh Indonesia. Padahal sebutan “Bapak Kami” kepada Allah adalah kesalahan besar yang bertentangan dengan Al-Qur`an surat Al-Ikhlash 1-4.

Penyusupan Bibel Berwajah Islam


Di berbagai toko buku baik Islam maupun umum, buku Mutiara Hikmah Nabi Sulaiman ini dipajang di rak kisah para nabi Allah, sederet dengan Shirah Nabi Muhammad, Qishshul Anbiya, dan lain-lain.

Isinya pun tak ada yang istimewa, hanya berupa puisi-puisi tentang kehidupan, dunia, keadilan, kebenaran dan cinta. Tetapi, bila tidak teliti, maka buku ini akan diyakini oleh pembaca sebagai hikmat peninggalan Nabi Sulaiman. Padahal, sama sekali bukan!!

Kita bisa mengatakan buku ini sebagai Bibel berkedok Islam, karena petunjuk sinopsis di halaman sampul belakang (back cover). Di situ ditulis sebagai berikut:

“Nabi Sulaiman bersajak mengenai banyak hal, dari pepohonan sampai hewan. Ia menggubah tiga ribu pepatah dan seribu lima nyanyian. Sebagian dari pepatahnya dimuat dalam buku Mutiara Hikmah Nabi Sulaiman dan balam buku Alkhatib, sedangkan sebagian dari nyanyiannya dimuat dalam buku Syirul Asyar. Sebagai tulisan yang diilhamkan Allah, Hikmah Nabi Sulaiman terhisab ke dalam jenis tulisan puisi yang segolongan dengan kitab Zabur. Tulisan ini telah diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa: bahasa Inggris, Perancis, Cina, Arab, Rusia, Spanyol dan masih banyak lagi. Mutiara Hikmah Nabi Sulaiman pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu (cikal-bakal bahasa Indonesia pada tahun 1733 di Jakarta. Terbitan yang ada di tangan Anda sekarang merupakan pemutakhiran dari terjemahan tahun 1912 oleh WG Shellebear, yang ditulis dengan huruf Jawi-Arab dan dicetak serta diterbitkan di Singapura.”

Dari kutipan di atas, ada dua pentunjuk kuat bahwa buku ini adalah Bibel bergaya Islam. Pertama, Istilah Alkhatib dan Syirul Asyar adalah nama kitab Perjanjian Lama (Old Testament) dalam Alkitab (Bibel), Kitab Suci Kristen. Kedua istilah Alkitab masa 1960 ke bawah ini, sekarang sudah tidak dipakai lagi, diganti dengan kata yang lebih populer, yaitu “Kitab Peng­khotbah” dan “Kitab Kidung Agung.”

Kedua, nama Shellebear yang disebut-sebut sebagai pener­jemah pertama buku ini ke dalam bahasa Melayu. Nama lengkap­nya adalah William Giddle­stone Shella­bear, seorang perwira tentara Inggris yang juga seorang missio­naris kelahiran tahun 1863. Tahun 1866 ia ditugaskan ke Singapura sebagai komandan pasukan Melayu yang menjaga pelabuhan di sana. Tahun 1890 ia pensiun dari tugasnya dan mulai bekerja sebagai missionaris Metodist. Tekadnya untuk menyebarkan Bibel ke dalam bahasa Melayu begitu tinggi. Maka dengan bantuan beberapa anggota Gereja Metodist, Shellabear mulai menerjemahkan beberapa bagian Bibel ke dalam bahasa Melayu. Maka dia merintis penerbitan Kristen yang diberi nama Penerbit Metodis (sekarang disebut Penerbit Malaya). Shellabear tidak sendiri menerbitkan Bibel ke dalam bahasa Melayu. Ia bekerjasama dengan Uskup Hose dari Gereja Anglican dan WH Gomes dari The Society for the Propagation of the Gospel.

Jelaslah, bahwa buku Mutiara Hikmah Nabi Sulaiman yang bergaya Islam itu sebenarnya bukan bacaan Islam, melainkan terjemah Bibel bergaya Islam. Umat Islam harus tahu itu, jangan tertipu oleh kulit.

Pendidikan Kristen Berkedok Tasawuf


Siapapun orangnya, ketika menjadi seorang ayah atau ibu, pasti mendambakan agar anak-anaknya kelak menjadi anak-anak yang shalih-shalihah. Satu-satunya langkah yang ditempuh adalah pendidikan anak secara Islami yang efektif dan tepat. Untuk mendukung ini, maka buku adalah andalan utamanya. Buku adalah guru yang tak pernah marah.

Tapi, bila sudah di toko buku, Anda jangan tertipu oleh buku-buku liberal dan buku sesat yang terkontami­nasi faham Kristen. Contohnya adalah buku “Metode Mendidik Anak Secara Sufi dari Kandungan Hingga Remaja” tulisan Inayat Khan, tokoh Sufi asal India.

Dengan judul yang menarik dan gaya bahasa yang menggelitik, buku ini memang enak dibaca. Tapi jangan tertipu, sebab banyak racun akidah di dalamnya. Dalam buku bertajuk Pendidikan Sufi itu setebal 166 halaman itu, Inayat Khan mengajarkan pendidikan anak dari kandungan hingga remaja dengan berbagai tahap. Setiap tahapnya disesuaikan dengan ayat-ayat dalam kitab Kejadian (Bibel) tentang peristiwa kejatuhan Adam dari Taman Eden.

Racun yang paling berbahaya adalah ketika Inayat Khan memberikan resep pendidikan anak tentang pengenalan kepada Tuhan. Menurutnya, pendidikan ketuhanan yang terbaik bagi anak adalah Konsep Trinitas Kristiani, bahwa Tuhan itu dikenal dengan tiga oknum Tuhan Bapak (Allah), Tuhan Anak (Yesus) dan Tuhan Roh Kudus:

“Ajaran Kristen adalah memberi umat manusia gambaran ideal tentang Tuhan, Tuhan sebagai Bapa di Surga. Dan apa alasannya? Alasannya adalah bahwa hal itu memungkinkan. Bahkan anak kecil pun dapat memahami gagasan tentang: Bapa, Bapa di Surga, Bapa yang sebenarnya” (halaman 51).

Pendidikan Kristen ber­kedok Sufi dalam buku tulisan Inayat Khan ini semakin terbukti dengan pengakuannya pada halaman 77, bahwa pendidikan anak yang diterapkannya adalah konsep Bibel:

“Di masa kecillah jiwa bersifat responsive, dan jika keidealan-Tuhan (God Ideal) ditanamkan kepada anak, pada saat itulah maka orang tua atau wali telah melakukan apa yang dikatakan Yesus, “Pertama sekali carilah olehmu kerajaan Tuhan... dan segala sesuatu ini akan ditambahkan kepadamu.” Kita memberi anak langkah awal di jalan Tuhan; dan itu pelajaran pertama yang harus diberikan di masa kecil.”

Dari kutipan Injil Matius 6:33 ter­sebut, tidak bisa dipungkiri bahwa buku Sufi ajaran Inayat Khan itu adalah Pendidikan Kristen berkedok Sufi.

Teologi Musang Berbulu Ayam


Kaligrafi kristiani, buku Bibel berwajah Islam dan pendidikan Kristen berkedok Sufi itu hanyalah sekelumit sampel untuk membuktikan bahwa Gerakan Kristenisasi berkedok Islam itu benar-benar realita, bukan isu. Mereka melakukan misi itu sesuai dengan teologi Paulus dalam Bibel:

“Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi.

Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.

Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka” (I Korintus 9: 20-22).

Dalam aplikasinya, untuk menginjili orang Yahudi, harus berpura-pura seperti Yahudi, kepada Ahli Taurat harus menyamar seperti Ahli Taurat. Lantas, dalam praktik­nya, kepada umat Islam harus berkedok Islam. Maka umat Islam harus menyadari ancaman dan bahaya misi itu! MAG

(Dicuplik dari Majalah Tabligh Edisi Desember 2004)

Buku Shirotol Mustaqim yg bamyak beredar di SUMBARimage

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More