Baca : KOS: Serupa Tapi Tak Sama
abu Luthfi
KOS merupakan sebuah sekte di dalam agama Kristen, yang tata cara peribadatannya dan ritual-ritual lainnya hampir sama dengan tata cara ibadah ummat Islam.
Orang awam akan terkecoh, karena sangat sulit membedakannya, mana Islam dan mana Kristen. Dan itu merupakan kristenisasi gaya baru.
Dalam sebuah acara pentas budaya lintas iman, para penonton dikagetkan oleh penampilan Kristen Ortodoks Syiria, hampir semua atributnya sangat mirip dengan simbol Islam. Para pemain menge-nakan jubah, kopiah, gamis, surban, keru-dung, rebana, dan memuji Tuhan dengan bahasa Arab.
Bukan hanya itu, mereka pun bisa membaca injil dalam tulisan Arab. Ini tidak mengherankan sebab hampir ada kesamaan antara KOS dan Islam. Lihatlah saat mereka shalat, selain memakai kopiah, dan dipimpin oleh seorang imam, bila berjama¡¦ah, juga memakai bahasa Arab. Rukun shalatnyapun hampir sama dengan Islam ada ruku dan sujud. Bedanya bila kaum muslim diwajibkan shalat lima kali dalam sehari semalam, sedangkan peng-anut KOS lebih banyak lagi.
Mereka meneruskan tradisi ibadah sebanyak tujuh kali dalam sehari. 7 Tujuh kali dalam sehari aku memuji muji engkau, karena hukum hukumMu yang adil¡¨ (Mazmur 119 : 64).
Ketujuh shalat ini sama persis dengan shalat-shalat dengan Islam, yaitu kelima shalat wajib subuh (Sa¡¦atul awwal), dhuhur (sa¡¦atus sadis), ashar (sa¡¦atut tis¡¦ah) maghrib (sa¡¦atul ghurub), isya (sa¡¦atun naum), ditambah dua shalat sunnah, dhuha (sa¡¦atuts tsalis) pukul sembilan pagi dan tahajjud (sa¡¦atul layl) tengah malam. Tradisi shalat ini diper-tahankan sampai gereja Lutheran awal. Setiap shalat masing-masing dilakukan dua rakaat.
Dalam bersembahyang, mereka berdiri menghadap Timur dengan tangan mene-ngadah terentang (sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah Timur dan melontarkan cahayanya sampai ke Barat, demikian pulalah letak kedatangan anak Manusia, Matius 24 : 27.) Hal yang sama juga pada puasa. Bagi ummat Islam ada puasa wajib yang dilakukan sebulan penuh dalam setahun yang dikenal dengan nama shaum Ramadlan. Sedang-kan dalam jemaah KOS ada puasa selama 40 hari berturut-turut, puasa ini disebut shaumil kabir. Yang dilaksanakan tiap tahun sekitar bulan April. Puasa yang dilakukan jemaah KOS tidak ada makan sahur. Begitu pula puasa lainnya, dalam Islam dikenal puasa sunnah Senin dan Kamis, sedangkan dalam KOS juga ada puasa yang dilakukan pada hari Rabu dan Jum¡¦at, dalam rangka mengenang keseng-saraan Kristus.
Untuk masalah zakat dan infak yang biasanya dari ummat Islam diambil 2,5 persen, sedangkan dalam jemaah KOS juga ada infak dan zakat yang diambil seper-sepuluh dari pendapatan kotor (bawalah seluruh persembahan persepuluh itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahku dan ujilah aku, Malaekhi 3 :10).
Jemaah KOS pun disyariatkan melaksanakan Haji, tiga kali dalam setahun diharuskan mengadakan perayaan bagi Tuhan (Kel 23 : 14). Lembaga Studi Kristen Ortodoks Syiria Jakarta menyelenggarakan haji untuk kalangan Kristen ke Yordania, Syiria, dan Yerusalem. Dalam KOS, secara tradisi ada Holy Qurbana atau Ibadah kurban dengan menunjuk sakramen ekaristi yang mendramakan kembali korban kristus.
Dalam berpakaian, jemaah KOS pakaiannya mirip pakaian muslim, yang perempuan memakai jilbab dan pakaian panjang ke bawah hingga di bawah mata kaki, sedang yang laki-laki memakai kopiah, baju koko putih memelihara jeng-got. Sedangkan sebagai kitab sucinya menggunakan injil berbahasa Arab Ibrani (bahasa Aram), cara pengajiannya dilaku-kan lesehan di atas tikar atau karpet.
Orang yang pertama kali memper-kenalkan ajaran KOS di Indonesia adalah Efram Bar Nabba Bambang Norsena, ia seorang syeikh injil (penginjil) KOS. Di kalangan muslim Indonesia KOS bisa diterima, namun sebaliknya di kalangan Kristen sendiri kurang bisa diterima. Bahkan Dirjen Bimas Kristen Protestan, Jan Kawatu, menyatakan bahwa KOS belum tercatat dalam komunitas Kristen di Indonesia. Jan juga telah mengeluarkan surat edaran yang disampaikan kepada para notaris agar tidak mengesahkan berdirinya sebuah yayasan atau lembaga Kristen tanpa izin resmi dari Dirjen Bimas Kristen.
Izin itu diperlukan untuk mengetahui siapa mereka, apa tujuannya, dan macam apa alirannya. Bahkan Bimas Kristen telah menutup pintu bagi aliran baru. Walaupun ada larangan, tetapi KOS mempunyai akte pendirian melalui Notaris Gutron Hamal SH di Jakarta pada tanggal 17 September 1997.
Anggota KOS di Indonesia belum begitu banyak, baru sekitar 100 orangan. Tapi simpatisannya, sudah mencapai ribuan. Untuk menjadi anggota KOS, di Indonesia belum bisa dilakukan secara langsung, karena KOS di Indonesia belum mempunyai Imam dan Gereja. Padahal untuk jadi anggota resmi jemaah KOS, harus melalui prosedur pembaptisan seorang imam. Di Indonesia KOS belum mempunyai imam. Sebab itu, untuk sementara ini bagi jamaah KOS yang ingin menjadi pengikut resmi harus melalui prosedur pembaptisan oleh Abuna Abraham Oo Men di Singapura.
Lahirnya Faham Ortodoks
Sejarah menyebutkan faham ortodoks lahir dari perselisihan antara Gereja Alexandria, Gejera Roma dan Kaisar Konstantin. Puncaknya pada masa Kaisar Bizantium Marqilanus (450-458), terjadi kontroversi masalah kristologi. Masalah ini berusaha dituntaskan dalam sebuah pertemuan yang menghasilkan resolusi Kalsedan (451).
Akibat dari konsili ini menimbulkan perpecahan diantara gereja-gereja yang sulit dipersatukan kembali. Sejak inilah gereja Kristen terpecah menjadi dua.
Pertama Gereja Yunani dari Bizantium dan Gereja Roma (Latin) yang berpusat di Roma. Kelompok ini menerima Konsili Kalsedan yaitu mengakui Al Masih mem-punyai dua sifat ; Tuhan dan manusia. Kelompok ini dipimpin oleh Laon (440-461) dan kemudian lebih dikenal dengan Kristen dan Katholik.
Kedua, Gereja Syiria, lalu Armenia juga ikut menolak Konsili Kalsedan yang berpusat di Alexandria dan Antokia di bawah pimpinan Diaqures (444-454). Kelompok ini berpegang teguh pada sufat tunggal bagi Al Masih, mereka tidak setuju dengan aliran Kristen yang mengakui sifat Tuhan dan juga sekaligus manusia. Kelom-pok inilah yang kemudian dikenal dengan kelompok ortodoks.
Penganut faham ortodoks terdiri atas beberapa thoifah (komunitas yang ber-dasarkan perasaan memiliki kesamaan darah, budaya, bahasa dan bangsa), seperti thoifah Koptik Mesir, Syiria Armenia dan Hashbash. Aqidah merekapun sama.
KOS mempunyai suatu pantangan untuk menyebut Nabi Isa a.s. dengan sebu-tan Yesus, tetapi lebih suka menyebut Al Masih atau Sayyidina Isa Al Masih.
Karena KOS di Indonesia belum mempunyai gereja, maka untuk mengembangkannya dan menyo-sialisasikannya kepada masyarakat, mereka melakukannya lewat kajian-kajian, seperti pusat studi agama dan kebudayaan (Pustaka) di Malang, Jawa Timur, Yayasan Studi Syiria Ortodoxia, Jakarta, dan suatu badan yang masih ber-bentuk lembaga studi dengan nama Institute for Syriac Christian Studies (ISCS). Melalui lembaga inilah, Bambang Noorsena dan Yosep Abu Bakar menyo-sialisasikan budaya dialog Kristen-Islam.
Pimpinan tertinggi KOS adalah Patriakh, yang sekarang dipegang ole Patriakh Mar Ignatius Zakka Ilwas yang bermarkas di Syuriah. Berdasarkan konstitusi 1991, KOS dibagi menjadi 20 Uskup yang tersebar di seluruh dunia. Di bawah Uskup ada Abuna (pimpinan). Di Indonesia belum sampai pada tingkatan Abuna, karena belum mempunyai gereja. Yang ada baru sebatas Syeikhul Injil (penginjil).
Untuk menjadi penganut KOS di Indonesia, harus dibaptis di Singapura. Di Indonesia, jemaah KOS menyeleng-garakan natal setiap tanggal 7 Januari. Dalam acara ini dilantunkan Nasyidul Milad atau puji-pujian diteruskan dengan Tilawatil Injil Al Muqaddas atau pembacaan Injil dalam bahasa Arab. Bila selesai membaca Injil, lalu membaca Al Majdu Lillaahi Dawman (segala kemuliaan senantiasa bagi Allah) sedangkan kalau ummat Muslim setelah membaca Al Qur¡¥an biasa membaca Shadaqallaahul ¡¥Azhim (Maha Benar Allah Yang Maha Agung).
Banyaknya kemiripan dalam tata cara peribadatan KOS dengan cara beribadah ummat Islam, tidaklah heran bila KOS bisa diterima di kalangan Muslim di Indonesia. Hal ini sebenarnya cukup membahayakan bagi orang Islam yang awam. Mereka bisa terjebak, karena walaupun mirip dan kitab sucinya bahasa Arab, tapi mereka tetap Kristen, bukan Islam.
Soal banyak kesamaan dengan Islam, itu hanyalah metode da¡¦wah yang disesu-aikan dengan kultur masyarakat setempat, karena di Syiria penduduknya mayoritas Islam. Untuk itu, bagi ummat Islam harus tetap berhati-hati terhadap aliran ini. ƒá
*) Sumber Majalah Risalah No.4 Th 42 Juli 2004
Baca Juga : KOS: Serupa Tapi Tak Sama
0 komentar:
Posting Komentar