Brazil adalah negara Katolik terbesar di Dunia. Populasi penduduknya mencapai 180 juta jiwa. Terletak di ujung barat Samudera Atlantik, iklimnya tropis dan penduduknya multietnik. Islam masuk ke negeri itu dari Afrika Barat lebih dari 500 tahun yang lalu.
Di Negeri Samba itu, mungkin Islam mulai menggeliat. Hal ini setidaknya tergambar dari kekhawatiran orang-orang Katolik terhadap perkembangan Islam di negeri sepakbola itu. Pada pertengahan November 2003, sebuah situs Kristen berbahasa Indonesia, http://www.sabda.org,/ memuat sebuah tulisan mengenai kekhwatiran pihak Kristen terhadap perkembangan Muslimin di Brazil.
Menurut situs Kristen ini perkembangan umat Islam mengusik keberadaan Kristen setidaknya dimulai sejak 40 tahun yang lalu. Populasi Muslim meningkat dengan arus kedatangan imigran dari beberapa negara Arab. Bahkan, menurut sabda.org sebetulnya populasi Muslim di Brazil lebih dari 1 juta jiwa. Namun, populasi itu tidak tersentuh oleh statistik Negara.
Orang-orang Katolik mengkhawatirkan perkembangan Muslim. Bahkan, mereka menyatakan bahwa Brazil benar-benar menjadi pusat jaringan Islam di daratan Amerika Latin. Sebab, di Negeri Samba Muslimin tidak hanya berhasil membangun masjid tapi juga perpustakaan, pusat kesenian, bahkan juga berkiprah di media massa. Mayoritas Muslimin juga terlibat dalam aktivitas-aktivitas komersial, baik dalam skala kecil maupun besar.
Sabda.org menyatakan bahwa populasi Muslim di Brazil tidak hanya faktor imigrasi dari negara-negara Timur Tengah. Lebih dari itu juga terjadi perpindahan berlipat ganda ke agama Islam. Perpindahan terbesar adalah akibat hubungan perkawinan: jika ada orang Muslim menikahi perempuan pribumi maka perempuan itu masuk Islam.
Melihat perkembangan ini, pihak Katolik mengambil kebijakan cepat. Bagaimanapun penyebaran Islam harus diatasi. Situs Kristen sabda.org menyebutkan bahwa pihak Katolik menerjunkan beberapa penginjil untuk memberikan kabar mengenai Injil kepada orang-orang Muslim. Mereka ditugas untuk secara terus menerus melakukan injilisasi kepada penganut agama selain Kristen, terutama penganut agama Islam. Cara ini ternyata membuahkan hasil, beberapa pemeluk agama non-kristen (termasuk Islam) berhasil dikristenkan. Bahkan, ada di antara mereka yang sudah bisa menjadi penginjil yang piawai.
Berita yang berbeda mengenai perkembangan Islam di Brazil dirilis oleh situs Islam, republika.co.id. Situs milik harian Republika ini justeru menyebutkan bahwa jumlah Muslimin di Brazil hanya sekitar 10 ribu jiwa, bukan 1 juta seperti yang disebutkan oleh situs Kristen. Jumlah ini hanya mewakili 0,6 persen dari total penduduk Brazil.
Mayoritas umat Islam Brazil bertempat tinggal di kota Sao Paolo dan daerah Paran, di Brazil Tenggara, berdekatan dengan Ibukota Brazil, Rio De Janeiro.
Berdasarkan liputan mingguan berbahasa Arab, al-‘Alam al-Islamy, republika.co.id menyebutkan bahwa Muslimin Brazil masih sangat lemah di bidang pendidikan dan dakwah. Meskipun pada tahun 2005 di Brazil sudah ada 80 masjid dan mushalla, tapi tempat-tempat ibadah itu banyak yang tutup dan kehilangan semangat. Masjid pertama di Brazil didirikan pada tahun 1948 di kota Sao Paolo. Bangunan masjid itu baru rampung 12 tahun kemudian karena kesulitan menghimpun dana.
Perkembangan jumlah masjid dan mushalla ini cukup pesat, sebab pada tahun empat tahun sebelumnya, jumlah masjid dan mushalla di Brazil tidak bergeser dari angka 50. Namun, pesatnya jumlah tempat ibadah ini tidak diikuti dengan pesatnya semangat ibadah. “Pemuda Muslim Brazil disibukkan urusan ekonomi dan politik, sehingga kegiatan dakwah dan keagamaan menjadi kosong,” demikian komentar tokoh Muslim Brazil seperti dikutip oleh al-‘Alam al-Islamy.
Selain lemah di bidang dakwah, muslim di Brazil juga sangat lemah di bidang pendidikan. Madrasah (diniyah) memang sudah berdiri sejak tahun 1960-an di Sao Paolo, kemudian di Cortiba dan tempat-tempat lain. Namun, kegiatan pendidikan diniyah ini mengalami nasib yang sama dengan kegiatan ibadah di masjid. Madrasah tidak dikelola dengan baik sehingga pendidikan agama terhadap anak-anak muslim masih sangat lemah.
Faktor lemahnya pendidikan itu juga disebabkan jarak madrasah yang tidak terjangkau. Muslimin di Brazil berpencar-pencar di berbagai daerah yang berbeda. Di daerah-daerah itu tidak ada madrasah, sehingga banyak di antara mereka yang tidak mendapat pendidikan agama Islam karena sulitnya menjangkau madrasah yang berada di daerah lain. Bahkan di daerah Sao Paolo yang dihuni oleh ribuan anak muslim dan sudah memiliki madrasah semenjak tahun 1960-an, anak-anak yang mengikuti pendidikan madrasah masih sangat sedikit.
Mengetahui kesulitan muslimin Brazil ini, sejumlah negara Islam semacam Arab Saudi telah mengirimkan bantuan tenaga pengajar, juru dakwah dan buku-buku bacaan. Bantuan juga berupa materi dan beasiswa untuk melanjutkan belajar ke jenjang yang lebih tinggi. (Sidogiri.com)
Disarikan dari: http://www.republika.co.id,/ http://www.sabda.org/
0 komentar:
Posting Komentar